FUDA Newsroom – Yogyakarta, Selasa (11/06/2024) sebanyak 45 Mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Program Studi – Studi Agama-Agama (HMPS-SAA) Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Kediri melakukan studi akademik ke Gereja Katolik Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, Bantul Yogyakarta.
Kunjungan ini dilakukan untuk mengetahui lebih mendalam terkait dengan hubungan antara Agama dan Kearifan Lokal. Gereja Katolik Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran merupakan salah satu gereja Katolik yang memiliki keunikan tersendiri. Keunikan tersebut terlihat dari sejarah proses pembangunan gereja Ganjuran yang rumit. Proses inkulturasi budaya Jawa dalam iman kristiani yang pada awal pembangunannya ditolak hingga akhirnya dapat diterima penduduk lokal.
Akulturasi budaya jawa pada gereja ini terlihat dari altar yang dibuat bercorak jawa. Terdapat dua buah relief di kanan dan kiri gereja dengan bentuk relief Hati Kudus Yesus dan relief Ibu Maria. Relief Hati Kudus Yesus merupakan simbol Raja Jawa yang bertahta di singgasana. Kemudian Relief Ibu Maria merupakan simbol Ratu Jawa yang sedang menggendong bayi Yesus yang masih kecil.
Hadir memberikan penjelasan dalam kegiatan kunjungan ini, Pastor Kepala Paroki Gereja Katolik Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, Romo Raymundus Sugihartanto, serta Sekertaris Gereja, Krismawan Aris Dwiyanto. Romo Sugihartanto menjelaskan history panjang keberadaan Gereja Ganjuran. Sejarah berdirinya Gereja dan Candi Ganjuran merupakan hasil prakarsa dari keluarga Schmutzer. Merupakan gereja Katolik pertama yang didirikan di kabupaten Bantul, komplek Gereja Ganjuran telah dikenal oleh umat Katolik di Indonesia sebagai tempat ziarah yang bernuansa jawa. “Tidak banyak terdapat tempat ziarah umat Katolik yang memiliki nuansa budaya jawa, terlebih juga terdapat sebuah candi bergaya Hindu-Budha-Jawa sebagai tempat berdoa. Karena kebanyakan tempat ziarah umat Katolik di Indonesia berbentuk Gua Maria.” Tutur Romo Sugihartanto.
Nuansa budaya Jawa yang digunakan Schmutzer pada bangunan kompleks Gereja Ganjuran merupakan bentuk proses inkulturasi budaya. Sebagai seorang yang beriman Katolik, keluarga Schmutzer ingin menghidupi imannya dalam konteks budaya dimana mereka tinggal. “Sebagai bagian dari pengalaman iman, Schmutzer membangun rumah sakit, menyokong orang miskin, mendidik orang yang belum terpelajar dan mereka mengangkat martabat penduduk dengan mendukung penduduk Ganjuran untuk tetap melaksanakan adat-istiadat mereka walaupun perlahan-lahan diberi nilai-nilai Kristiani.” imbuh Romo Sugihartanto.
Hadir mendampingi HMPS Prodi Studi Agama-Agama, dosen pengampu mata kuliah Agama dan Kearifan Lokal, M. Thoriqul Huda. Menjelaskan bahwa studi akademik ke lapangan seperti ini merupakan salah satu bentuk pembelajaran nyata dalam memahami hubungan agama dan kearifan lokal, seperti yang terpotret di Gereja Ganjuran ini, diharapkan mahasiswa dapat memperoleh banyak pengetahuan terkait dengan hubungan agama dan kearifan lokal.
Sumber : Humas Fak. Ushuluddin dan Dakwah IAIN Kediri
Penulis : Nailul Muna
Editor : Fuat Sulton al Azhar